--------------------------------------------

--------------------------------------------


Redaksi Warga Palem Asri menerima tulisan, berita dan artikel dari para warga Palem Asri dan sekitar, silakan hubungi Facebook kami, click di link berikut FB Paguyuban Palem Asri

Senin, 19 September 2016

Ikan berplastik marak beredar! Mari Cegah sekarang (Bagian Pertama)

Oleh: Andhika P. Prasetyo.

Sampah plastik merupakan polusi yang serius bagi laut kita. Hampir setiap pantai akan sangat mudah kita temui sampah plastik. Bukan hanya menganggu keindahan, sampah plastik berbahaya bagi lingkungan laut bahkan manusia. Penelitian terkini menemukan plastik yang berukuran sangat kecil (mikroskopi) atau lebih dikenal dengan mikro-plastik. Mikro-plastik merujuk pada plastik yang hancur menjadi plastik yang berukuran sangat kecil (Wagner et al., 2014). Mikro-plastik (<5 mm) tidak kasat mata dan menjadikannya ancaman bagi kesehatan karena kurangnya kesadaran kita.

Industri plastik dalam skala besar dimulai sejaka tahun 1950-an dan berkembang sangat pesat; lebih dari 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahunnya. Plastik dianggap praktis karena kegunaan, ketahanan dan harganya yang murah. Parahnya, saat semakin berkembang produksi plastik untuk kebutuhan sekali pakai seperti bungkus makanan dan kemasan air mineral. Kondisi tersebut diperparah dengan rendahnya kesadaran masyakat mengenai bahaya sampah plastik. Diduga sekitar 10% plastik yang diproduksi berakhir di laut hasil dari sapuan pantai, limpasan, sampah rumah tangga dan pembuangan illegal.

Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina terkait limbah sampah yang terbuang ke laut yakni sekitar 1.29 juta ton dari 3.2 ton plastik yang di produksi di tahun 2010 (Anonim, 2015). Menyadari itu, maka lingkungan laut Indonesia dan kesehatan masyarakat Indonesia dalam ancaman yang serius. Reza & Wahyudi (2016) menemukan 41 jenis partikel mikro-plastik di Perairan Bara Daya Sumatera. Kebanyakan mikro-plastik ditemukan pada kedalaman 500 m di bawah permukaan laut. Mikro-plastik juga diketemukan pada kedalaman 2,000 m di bawah permukaan laut.

Mikro-plastik terbentuk oleh dua proses: mikro-plastik primer, yakni plastic yang sengaja diproduksi berukuran mikro (seperti: microbeads untuk sabun mandi, pasta gigi dan pembersih abrasive/berpasir). Mikro-plastik juga dapat terbentuk dari hancur sampah plastik karena terpapar radiasi ultraviolet dari matahari dan tersapu ke laut. Bahkan mencuci bahan nilon sintetis atau polyester menghasilkan ribuan partikel mikro-plastik.
Gambar 1. Kopepoda yang mengandung mikro-plastik jenis Polystyrene (Photo: Matthew Cole; http://www.ices.dk/SiteCollectionImages/News%20photos/plastic%20inside%20copepod%20C%20Helgolandicus.jpg?RenditionID=5)


Mikro-plastik ditemukan diberbagai jenis perairan; kolom air, sedimen di ekosistem laut dan perairan daratan. Peneilitian terkini menemukan bahwa mikro-plastik yang ditemukan di permukaan laut lebih rendah dibandingan produksi plastik dan peluruhan plastik. Lalu kemana mikro-plastik yang lain? Diduga rendahnya konsentrasi mikro-plastik di permukaan dikarenakan peluruhan ke ukuran nano, peluruhan biologis, dicerna oleh organisme, tenggelam akibat proses penempelan (biofouling) dan menempel pada struktur di laut.

Ukurannya yang sangat kecil menyebabkan mikro-plastik sangat mudah untuk dikonsumsi oleh organisme laut. Sampah mikro-plastik ditemukan dihampir 200 spesies organisme laut sperti burung laut, kura-kura, ikan dan kekerangan (Poulter & Hoare, 2016; McGrath, 2010). Bukti menunjukkan bahwa mikro-plastik dapat ditransfer dari konsumsi umpan, karkas hewan laut atau feses. Menelan mikro-plastik dapata menghalangi saluran perut dan membuat hewan laut merasa kenyang semu dan akhirnya mati karena kelaparan.

Selain itu mikro-plastik juga diduga berperan sebagai magnet yang mengikat racun dan pestisida di lautan sehingga menyebabkan mikro-plastik menjadi mematikan bila dimakan oleh organisme laut.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa mikro-plastik ditemukan pada zooplankton yang merupakan komponen penting unuk menghubungkan produsen primer (tumbuhan laut kecil seperti alga) dan tingkat makanan yang lebih tinggi (Gambar 1). Selanjutnya mikro-plastik akan terakumulasi pada ikan-ikan besar yang bersifat predator seperti tongkol dan kerapu. Hingga akhirnya sampai di piring saji keluarga kita bisa berupa pepes ikan “plastik”, tongkol “plastik” balado, dll.

Gambar 2. Larva ikan damsel yang mengandung mikro-plastik pada perutnya (Photo: Oona Lonnstedt; http://ichef.bbci.co.uk/news/660/cpsprodpb/1201C/production/_89865737_lonnstedt4hr.jpg).
Lebih lanjut mikro-plastik juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan (McGrath, 2010). Karena larva ikan (anak ikan yang baru menetas) yang memakan mikro-plastik mengalami kegagalan fungsi gerak dan pendeteksian pemangsa (Gambar 2). Selain itu, transfer nutrient dari permukaan laut ke dasar laut sebagai supply bagi organisme yang hidup di dasar menjadi terganggu akibat nutrient yang mengandung mikro-plastik lebih sulit tenggelam.
Mengingat bahaya yang mengancam keluarga kita tersayang, mari kita bersama-sama mengurangi penggunaan plastik. Penggunaan kembali dan daur ulang adalah salah satu solusi yang bisa kita lakukan mulai dari keluarga kita. Sosialisasi kepada anak-anak juga menjadi langkah kecil yang sangat berarti; membuang sampah pada tempatnya dan/atau mebedakan sampah organik (dapat busuk; seperti sayuran dan lauk-pauk) dan non-organik (tidak mudah busuk; seperti plastic, kertas dan kardus). Membuang sampah pada tempat selain memberikan kesan keindahan juga mencegah banjir mengingat curah hujan yang tinggi belakangan ini di Komplek Palem Asri. Jadi mari kita bersama saling mengingat (dengan santun tentunya) demi kebaikan kita bersama.

Wallahualam bissawab
 
 Sumber:
Anonim. 2015. Indonesia second biggest marine pollutant, after China. http://www.thejakartapost.com/news/2015/11/06/indonesia-second-biggest-marine-pollutant-after-china.html. The Jakarta Post: November 6 2015.

Cordova, Muhammad Reza& Wahyudi, A'an J. (2016) Microplastic in The Sediment of Southwestern Sumatran Waters. Marine Research in Indonesia Vol.41, No.1: 27−35. http://dx.doi.org/10.14203/mri.v41i1.99

Grosbois, Jörg Klasmeier, Teresa Marti, Sara Rodriguez-Mozaz, Ralph Urbatzka, A Dick Vethaak, Margrethe Winther-Nielsen & Georg Reifferscheid (2014). Microplastics in freshwater ecosystems: what we know and what we need to know. Environmental Sciences Europe, 26, 12. http://doi.org/10.1186/s12302-014-0012-7 

Jambeck, J. R., & Johnsen, K. (2015). Citizen- Based Litter and Marine Debris Data Collection and Mapping. Computing in Science & Engineering, 17(4), 20–26. http://doi.org/10.1109/MCSE.2015.67

McGrath, Matt (2016) Fish eat plastic like teens eat fast food, researchers say. http://www.bbc.com/news/science-environment-36435288. BBC News: June 2 2016

Poulter, Sean & Hoare, Philip (2016) Revealed: Plastic is found in a THIRD of fish caught in Britain because of toxic microbeads used in shower gels, toothpastes and beauty products.  http://www.dailymail.co.uk/news/article-3759269/Plastic-fish-caught-Britain-toxic-microbeads-used-shower-gels-toothpastes-beauty-products.html#ixzz4KgJi1000. Mail Online: August 26 2016

Wagner, Martin, Christian Scherer, Diana Alvarez-Muñoz, Nicole Brennholt, Xavier Bourrain, Sebastian Buchinger, Elke Fries, Cécile
SHARE
Redaksi Warga Palem Asri menerima tulisan, berita dan artikel dari para warga Palem Asri dan sekitar, silakan hubungi Facebook kami, click di link berikut FB Paguyuban Palem Asri

Designed By Paguyuban Warga Palem Asri